Alin Silfiani (Si Buah Hati)
Segala puji syukur
selalu kuucapkan kepada Allah yang telah banyak memberikan rahmat dan
hidayahnya kepada keluarga kami. Pasca kelahiran anak kami, malam itu juga ku
kabarkan berita gembira ini kepada Orangtua ku, kalau cucu mereka telah lahir
dengan selamat dan sehat. Meskipun kala itu orangtua ku sedang tertidur lelap
(sekitar pukul 11 malam) mendengar berita dariku tampaknya suara mereka yang
begitu gembira terdengar dari ponselku. Malam itu oleh mertuaku memberikan
sedikit wejangan bahwasannya tugas aku sebagai seorang ayah yang pertama ialah
harus menjaga anak dan istriku, dan tak boleh tertidur hingga pagi hari.
Walaupun sedikit lelah tapi aku tetap semangat menjalaninya. Bisa dibilang
keadaan di kampung istriku (Pesayangan-Gantar) masih agak sepi penduduknya,
banyak pekarangan kosong dan jauh dari keramaian kota, maka kepercayaan
penduduk setempat kalau ada bayi harus dijaga supaya tak di curi oleh mahluk
halus dan sejenisnya. Sebagai bagian dari umat Islam tentunya aku harus percaya
kepada hal-hal berbau gaib, tapi pun tak mudah percaya pada takhayul atau
sesatu yang mengada-ada.
Karena istriku lelah dan
kecapean pasca melahirkan, tampaknya ia tertidur pulas. Dede bayipun juga
tertidur setelah dibersihkan. Sebelum pagi menjelang, tugas ku yang lain harus
segera kuselesaikan, yakni mencuci pakaian dan kain-kain pasca istriku melahirkan,
saat itu aku tak peduli dengan bau anyir darah yang menggumpal di setiap sisi
kain, semua ku cuci dengan bersih, karena jika aku tak sanggup aku harus
mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar orang lain mencuci pakaian istriku.
Sampai pagi hari kelar juga acara mencuci baju dan langsung ku jemur.
Pagi itu juga, aku
tegaskan untuk menelefon Bidan terdekat, supaya memeriksa kesehatan bayi kami,
dan siang hari sang Bidan baru bisa datang, tentunya dengan berbagai rentetan
pertanyaan, kenapa kami tak menghubungi beliau saat mau melahirkan. Demi
menjaga hubungan silaturahmi akhirnya kujawab bahwa istrikku melahirkan dengan
mendadak sehingga tak sempat memanggil beliau, maklum jarak antara rumah Bidan
dan desa kami terpaut 4 Km, dan itu bisa jadi alasan kuat aku tak bisa
menghubungai Bidan. Walau dengan muka kecewa sang Bidang tetap memberikan
suntikan pertama ke bayi kami, serta menimbang. waktu itu berat bayi kami 2,7
Kg. Mungkin terlalu ringan tapi itu lebih dari cukup untuk kelahiran pada usia
kanduangan yang baru 8 bulan. Kalau kami orang mampu mungkin saat itu kami
harus membawa bayi kami ke dokter karena masuk dalam bayi premature. Tapi saat
itu sang Bidan berkata bahwa bayi kami sehat.
Cobaan dari Allah memang
selalu datang untuk menguji hambanya, begitupun pada keluarga kami. Walau kami
hidup dalam keterbasan ternyata kami harus lebih sabar dan tabah lagi untuk
menerima kenyataan bahwasannya Putri tercinta kami enggan untuk meminum susu
dari ibunya. Saat itu sudah terbayang betapa berat beban kami yang pastinya
harus membelikan susu pengganti (susu formula) untuk makanan utama pada bayi
kami. Sebenarnya kami tak berputus asa waktu itu kami tetap mengusahakan agar
bayi kami mau meminum ASI dari ibunya, mulai dengan memerah susu ibunya, minta
bantuan ustad agar mendoakan bayi kami, sampai mertuaku meminta bantuan
dukun/sesepuh setempat untuk memberikan jampe-jampe agar bayiku mau menyusui
pada ibunya, walau dalam hati aku kurang setuju karena bagian dari musyrik,
tapi aku coba diam karena tak cukup berani untuk menentang mereka.
Manusia hanya berencana
dan berusaha, tapi Allah yang tetap menentukkan. Walau segenap usaha kami
lakukan tapi tak merubah keadaan, akhirnya kami terima keadaan dan harus siap
memberikan susu pengganti untuk bayi tercinta kami. Sedikit demi sedikit ku dapat
menerima hal itu, ku anggap ini adalah ujian dari Allah agar aku lebih giat
lagi mencari nafkah demi menghidupi keluarga kami. Pintu Rahmat Allah memang
selalu terbuka untuk hambanya. Pelan tapi pasti majikanku menaikkan gajihku,
walau tak banyak tapi aku sangat bersyukur, minimal asal bisa untuk membeli
susu anakku saja, aku sudah tenang.
7 Hari pasca kelahiran
anak ku. Aku masih berada dirumah, karena Alhamdulillah Majikanku memberikan
cuti kerja selama 10 hari untuk menemani istriku yang baru saja melahirkan.
Saat itu pusar pada bayi kami telah copot dan itu bertanda kami harus melakukan
acara (puputan) dalam tradisi jawa, dengan masak-masak dan upacara adat untuk
mensahkan nama pada bayi kami. Semula aku punya rencana akan memberikan nama
pada bayi kami “Alin Putri Marlina”, tapi karena itriku kurang suka maka kuganti
jadi “Alin Silfiani”, nama pengganti belakangnya aku pikirkan hanya beberapa
menit sebelum disahkan oleh sesepuh saat itu. Alhamdulillah semuanya berjalan
dengan lancar.
Semakin hari, kian
bertambah usia bayiku, semakin banyak aku belajar menjadi seorang ayah, dari
mulai menimang bayi, mengetahui keinginan bayi, sampai membantu mengganti popok
bayi, walau itu hanya bisa kulakukan seminggu sekali. Tapi aku cukup gembira
dengan keadaan ini.
Tiap pulang (seminggu
sekali) ku sempatkan untuk mengambil foto anak ku, walau dengan kamera ponsel 2
mega pixel, aku coba ambil posisi terbaik agar lebih jelas pengambilan
gambarnya. Berbekal sedikit kemampuan dalam mengolah editing foto, ku perbaiki
foto-foto itu hingga sedap untuk dipandang, karena hanya itu sebagai pengobat
rindu ku pada anakku disaat aku di tempat kerja.
Mungkin memang foto-foto
anakku yang ku upload ini tak orisinil lagi, tapi pun cara ku mengedit tak
menghilangkan wajah asli anakku, aku lebih fokus pada kecerahan kulit,
menghilangkan flek noda atau noise (runyek) pada foto, atau merubah background
foto dan menambahkan aksesoris untuk pemanis, biar lebih jelas kita liat
foto-fotonya.
Bagi yang ingin melihat foto Alin Silfiani yang lain bisa masuk akun facebook Alin Silfiani.
Atau bisa dilihat di youtube yang telah dibuat dalam video slide sederhana Alin Silfiani Slide
By : Yanto Saputra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar